Inspektorat Pangandaran Dinilai “Tumpul” pada Audit Investigatif Kasus Tiket Wisata, Tedi Yusnanda Minta Ikuti Uang dan Hitung Kerugian Negara
Jabarmedsos.com - Inspektorat Pangandaran Dinilai “Tumpul” pada Audit Investigatif Kasus Tiket Wisata, Tedi Yusnanda Minta Ikuti Uang dan Hitung Kerugian Negara
Direktur Eksekutif Sarasa Institute yang juga aktif di Forum Diskusi Masyarakat Pangandaran (Fokus Mapan), Tedi Yusnanda N., menilai Inspektorat Kabupaten Pangandaran terlalu menitikberatkan pemeriksaan administratif dalam perkara dugaan korupsi tiket gerbang wisata Pangandaran, alih-alih melakukan audit investigatif untuk memastikan potensi kerugian negara/daerah.
“Dalam situasi APBD defisit, publik butuh kepastian angka kerugian dan siapa saja yang diuntungkan. Itu hanya bisa dijawab oleh audit investigatif yang menelusuri aliran uang—follow the money—bukan sekadar cek dokumen administrasi,” kata Tedi di Pangandaran.
Kasus ini mengemuka sejak 6 Juli 2025 ketika seorang petugas loket ditangkap terkait praktik tiket palsu/pungli. Penyelidikan bergulir; ratusan petugas non-ASN sempat diberhentikan sementara, dan pekan lalu 7 pegawai diputuskan tidak dilanjutkan kontraknya, sementara proses di Satreskrim Polres Pangandaran berjalan dan pemanggilan sejumlah pihak dilakukan.
Desak Audit Investigatif, Bukan Sekadar Administratif
Tedi menilai langkah Inspektorat yang cenderung administratif “tidak memiliki intuisi tajam” untuk membaca pola fraud. “Audit administrasi menjawab kepatuhan; audit investigatif menjawab kebenaran perbuatan dan kerugian. Publik menunggu yang kedua,” ujarnya.
Pandangan itu sejalan dengan kerangka hukum pengawasan intern:
1. PP No. 60/2008 tentang SPIP menegaskan fungsi pengawasan intern oleh APIP/Inspektorat yang meliputi audit, termasuk audit dengan tujuan tertentu yang lazim mencakup penugasan investigatif saat terindikasi kecurangan/korupsi.
2. Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia (SAIPI/AAIPI) memberi pedoman pelaksanaan audit, termasuk penugasan investigatif berbasis bukti untuk mengungkap pihak, modus, serta kuantifikasi kerugian.
Wajib Berkoordinasi dengan APH sejak Tahap Penyelidikan
Tedi menekankan, ketika indikasi pidana kuat, Inspektorat wajib berkoordinasi dengan Aparat Penegak Hukum (APH). Rujukannya:
Perjanjian Kerja Sama (PKS) Kemendagri–Polri–Kejaksaan (28 Februari 2018) tentang Koordinasi APIP–APH dalam penanganan laporan berindikasi korupsi di pemerintah daerah; koordinasi dilakukan sejak tahap penyelidikan, termasuk ekspose dan audit investigatif APIP.
Nota Kesepahaman yang diperbarui (25 Januari 2023) kembali menegaskan komitmen percepatan dan kepastian penanganan laporan melalui sinergi APIP–APH.
“Artinya, Inspektorat tidak boleh jalan sendiri atau berhenti pada catatan administrasi. Harus ada ekspose bersama dan audit investigatif untuk memetakan kerugian daerah, pelaku, serta pola kebocorannya,” tegas Tedi.
Relevansi dengan Prioritas Pengawasan 2024–2025
Menurut Tedi, arah kebijakan pengawasan Kementerian Dalam Negeri justru menuntut pengawasan berbasis prioritas dan risiko—yang mestinya menempatkan kebocoran PAD pariwisata sebagai fokus, apalagi berdampak pada defisit. Hal itu tercermin dalam Permendagri No. 19/2023 (Renbinwas 2024) dan Permendagri No. 2/2025 (Renbinwas 2025) yang mengatur perencanaan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemda.
Rekomendasi Tindakan Konkret
Tedi mengusulkan lima langkah cepat:
1. Tugas khusus audit investigatif oleh Inspektorat dengan mandat jelas: identifikasi pelaku, modus, periode kerugian, dan kuantifikasi kerugian PAD.
2. Ekspose APIP–APH sesuai PKS 2018/2023 untuk sinkronisasi bahan perkara.
3. Forensik dokumen & digital pada seluruh kanal tiket (fisik/non-tunai), stok karcis, log transaksi, dan rekaman CCTV pintu masuk.
4. Rekonsiliasi penerimaan (gate vs kas daerah) dan uji kejutan (surprise cash count) di seluruh gerbang.
5. Reformasi sistem ticketing: no cash at gate, barcode/QR once-use, closed-loop dengan audit trail serta dashboard real-time untuk Bupati, Inspektorat, dan DPRD.
“Ukuran keberhasilan bukan banyaknya berkas administrasi, melainkan angka kebocoran yang berhasil ditutup, pelaku yang dimintai pertanggungjawaban, dan pemulihan kerugian ke kas daerah,” kata Tedi.
Respons Publik dan Perkembangan Terbaru
Tekanan publik meningkat. Fokus Mapan mendesak follow the money dan pembongkaran tuntas; DPRD juga menyoroti lemahnya pengawasan sistem tiket dan meminta evaluasi menyeluruh. Sementara itu, kepolisian menyatakan penyelidikan dilakukan profesional dan memanggil sejumlah pihak terkait.
Landasan Hukum Kunci
1. PP 60/2008 tentang SPIP: mandat pengawasan intern oleh APIP/Inspektorat, termasuk audit dengan tujuan tertentu saat ada indikasi kecurangan.
2. SAIPI/AAIPI: standar audit intern pemerintah, meliputi penugasan investigatif berbasis bukti.
3. PKS APIP–APH (2018) & MoU 2023: koordinasi sejak penyelidikan, ekspose bersama, ruang audit investigatif APIP untuk dukung penegakan hukum.
4. Permendagri 19/2023 & 2/2025: pengawasan pemda berbasis prioritas & risiko; relevan untuk fokus pada kebocoran PAD pariwisata.
Kesimpulan Tedi: “Inspektorat harus naik kelas dari audit administrasi ke audit investigatif dan transparan berkoordinasi dengan APH. Tanpa itu, sulit mengembalikan kebocoran PAD dan kepercayaan publik.”
No comments