Kemiskinan Nasional Naik, Jabar Dipastikan Jadi Kontributor Utama
Bandung — Angka kemiskinan nasional mengalami kenaikan, dan Provinsi Jawa Barat dipastikan menjadi salah satu kontributor utama dalam lonjakan tersebut. Meskipun persentase kemiskinan di provinsi ini tercatat hanya sekitar 7%—lebih rendah dari rata-rata nasional yang mencapai 8,7%—jumlah penduduk Jawa Barat yang melebihi 50 juta jiwa menjadikannya penyumbang signifikan jumlah penduduk miskin secara nasional.
Lebih mengkhawatirkan lagi, angka kemiskinan ekstrem di Jawa Barat menunjukkan tren kenaikan. Berdasarkan data resmi, pada tahun 2021 tercatat sebanyak 895.640 jiwa hidup dalam kondisi kemiskinan ekstrem. Jumlah ini meningkat menjadi 941.860 jiwa pada tahun 2022. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan serius mengingat posisi geografis Jawa Barat yang berdekatan dengan pusat bisnis nasional di Jakarta, yang seharusnya memberikan dampak ekonomi positif secara merata.
Namun kenyataannya, banyak wilayah di Jawa Barat—khususnya di kawasan selatan dan pedalaman—masih sulit dijangkau karena minimnya infrastruktur dasar. Akibatnya, kantong-kantong kemiskinan terus bertahan, bahkan cenderung melebar. Pemerintah daerah bersama pemerintah pusat telah mengupayakan berbagai intervensi untuk menekan angka kemiskinan ekstrem dan stunting. Meski demikian, tantangan seperti rendahnya literasi masyarakat terhadap program bantuan dan lambatnya pertumbuhan pendapatan rumah tangga masih menjadi penghambat utama efektivitas kebijakan tersebut.
Secara makroekonomi, Jawa Barat sebenarnya menunjukkan kinerja positif pada kuartal I 2025, dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 4,98%, sedikit lebih tinggi dari pertumbuhan nasional yang tercatat 4,87%. Namun angka tersebut belum mampu menjawab persoalan mendasar terkait ketimpangan dan kemiskinan struktural.
Ono Surono Soroti Kinerja Gubernur
Wakil Ketua DPRD Jawa Barat, Ono Surono, turut menanggapi persoalan ini dengan kritis. Ia menilai bahwa Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi (KDM) masih dalam fase konsolidasi internal untuk menyamakan pola kerja antar perangkat daerah. Hal ini dinilai Ono belum cukup kuat untuk dikategorikan sebagai kinerja teknokratis yang memuaskan.
“Sejauh ini belum terlihat langkah konkret dari Pak Gubernur dalam mengatasi kemiskinan sebagai isu utama Jawa Barat,” ujar Ono. Ia menyayangkan bahwa perhatian gubernur saat ini lebih banyak tercurah pada pembongkaran bangunan liar dan isu-isu populis lainnya, sementara program strategis pengentasan kemiskinan belum jelas arah dan bentuknya.
Meski sempat bersitegang karena perbedaan pandangan, hubungan antara Ono dan Dedi Mulyadi kini disebut telah mencair. Ono menghargai permintaan maaf yang disampaikan Gubernur dalam pertemuan tertutup beberapa waktu lalu, dan berharap koordinasi antara lembaga legislatif dan eksekutif bisa lebih sinergis ke depan.
“Politik itu dinamis, dan kita harus kembali pada semangat kolaborasi. Harapan kita bersama adalah agar kemiskinan tidak hanya jadi bahan pidato, tapi benar-benar ditangani dengan data, program, dan aksi nyata,” pungkasnya.
No comments