Kampus Kerakyatan "Naik Kelas" menjadi Kampus Kepenguasaan
Yogyakarta - Kampus Kerakyatan seperti Universitas Gadjah Mada (UGM) awalnya dikenal sebagai institusi yang berpihak pada rakyat dan berperan aktif dalam perjuangan mencerdaskan bangsa serta menyelesaikan masalah sosial. Namun, belakangan muncul kritik dari mahasiswa yang menilai UGM telah bergeser dari jati dirinya sebagai Kampus Kerakyatan menjadi "Kampus Kekuasaan".
Seperti yang sedang hangat mengenai dugaan ijazah palsu mantan presiden ke 7, meskipun UGM dan Bareskrim menyatakan ijazah Jokowi asli, kontroversi dan gugatan hukum terkait ijazah dan skripsi masih berlanjut di pengadilan, UGM diduga kurang transparan untuk membuka fakta yang ada, semakin menambah daptar kecurigaan Masyarakat.
Mahasiswa menilai kampus kini lebih dekat dengan kekuasaan politik dan kurang kritis terhadap pemerintah, bahkan dianggap mendukung rezim yang berkuasa, sehingga integritas dan peran moral kampus sebagai pembela rakyat dipertanyakan.
Kritik ini juga terkait dengan praktik kelembagaan seperti program Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang dianggap lebih menegakkan agenda pembangunan yang bersifat hegemonik dan kurang menyentuh akar persoalan ketertindasan masyarakat, sehingga justru mempertahankan struktur ketimpangan sosial.
Mahasiswa menuntut agar kampus kembali ke peran aslinya sebagai institusi yang benar-benar berpihak pada rakyat dan menjalankan fungsi sebagai agen perubahan sosial, bukan sebagai alat penguasa.
Singkatnya, "naik kelas" dari Kampus Kerakyatan menjadi Kampus Kepenguasaan merujuk pada pergeseran UGM dari institusi yang kritis dan pro-rakyat menjadi institusi yang lebih condong pada penguasa dan kekuasaan politik, sehingga kehilangan jati diri dan integritasnya sebagai kampus kerakyatan.
(JBRMDS/05-18/02/25)
No comments