Breaking News

Jawa Barat Rombak Besar-besaran UMP 2025, Kota Bekasi Pegang UMK Tertinggi


Bandung – Langit ekonomi Jawa Barat tahun 2025 dibuka dengan keputusan penting yang menyentuh hajat hidup para buruh dan pekerja. Di tengah gelombang optimisme atas kenaikan gaji ASN sebesar 8 persen, Pemerintah Provinsi Jawa Barat secara resmi menetapkan perombakan besar-besaran pada struktur upah minimum, baik provinsi (UMP) maupun kabupaten/kota (UMK). Ini merupakan langkah lanjut atas instruksi Presiden Prabowo Subianto yang, di penghujung 2024 lalu, meminta seluruh kepala daerah menetapkan kenaikan upah minimum nasional sebesar 6,5 persen.

Instruksi itu dijalankan secara konkret oleh Pemprov Jabar lewat dua Surat Keputusan Gubernur: Nomor 561/Kep.782-Kesra/2024 untuk UMP dan Nomor 561.7/Kep.798-Kesra/2024 untuk UMK. Kedua keputusan tersebut resmi berlaku sejak 1 Januari 2025 dan mencerminkan semangat pemerataan kesejahteraan di tengah tekanan biaya hidup yang makin meningkat.


UMP Naik Jadi Rp. 2,19 Juta

Secara provinsi, UMP Jawa Barat 2025 ditetapkan sebesar Rp. 2.191.238, naik dari sebelumnya Rp. 2.057.495. Kenaikan 6,5℅ ini menyiratkan keinginan kuat untuk menjaga daya beli pekerja di level terendah sekalipun. Namun cerita sebenarnya tersimpan pada detail UMK yang ditetapkan di masing-masing kabupaten dan kota.

Kota Bekasi: Pemegang UMK Tertinggi se-Jawa Barat

Dari 27 kabupaten/kota di Jawa Barat, Kota Bekasi kembali meneguhkan posisinya sebagai daerah dengan UMK tertinggi. Sebagai "kota satelit" Jakarta yang menjadi rumah bagi industri padat karya dan teknologi, UMK Kota Bekasi kini menyentuh angka Rp. 5.690.752,95.

Besaran ini tidak hanya mencerminkan biaya hidup yang tinggi, tetapi juga menandakan konsistensi peran Kota Bekasi sebagai pusat ekonomi penyangga ibu kota negara.

Di sisi lain, Kota Banjar menjadi wilayah dengan UMK terendah, yakni Rp  2.204.754,48. Kendati demikian, nilai ini tetap berada di atas UMP Jawa Barat, menandakan bahwa seluruh kabupaten/kota di provinsi ini telah menyesuaikan UMK di atas ambang batas minimum yang ditetapkan provinsi.

Sinyal Politik Kesejahteraan

Kebijakan upah minimum ini bukan sekadar angka, melainkan sinyal politik kesejahteraan yang dikirimkan dari pusat hingga daerah. Kenaikan seragam sebesar 6,5 persen mengindikasikan pola baru dalam tata kelola hubungan industrial, yang ingin memastikan harmonisasi antara kebutuhan pekerja dan kapasitas pengusaha.

Kenaikan ini juga menjadi respons terhadap tekanan inflasi, urbanisasi cepat, dan desakan masyarakat akan perbaikan taraf hidup. Dengan beban hidup yang kian berat, terutama di wilayah perkotaan seperti Bekasi, Bandung, dan Depok, penyesuaian UMK menjadi penopang utama agar buruh tetap bertahan hidup layak.

Namun, di sisi lain, beberapa pengusaha menilai kenaikan ini perlu diimbangi dengan kebijakan produktivitas dan efisiensi yang lebih kuat, agar tidak menimbulkan tekanan baru di sektor industri padat karya.

Dengan keputusan ini, Pemerintah Provinsi Jawa Barat menegaskan bahwa pembangunan bukan hanya soal infrastruktur fisik, tetapi juga tentang menegakkan keadilan ekonomi di tengah masyarakat pekerja. Tahun 2025 pun dibuka dengan janji: bahwa upah yang layak adalah hak, bukan hadiah.

(JBRMDS/05-18/02/25)

No comments