Innalillahi Wa Inna Ilaihi Roji'un: Ustadz Muhammad Yahya Waloni Wafat di Atas Mimbar Saat Khotbah Jum’at
Makassar — Suasana hening menyelimuti Masjid Darul Falah, Kompleks Perumahan Minasa Upa, Kecamatan Rappocini, Sulawesi Selatan, pada Jumat (6/6) siang. Sejumlah jamaah masih tertegun, tak percaya dengan apa yang baru saja mereka saksikan: sang khatib, Ustadz Muhammad Yahya Waloni, menghembuskan napas terakhirnya di atas mimbar, ketika tengah menyampaikan khotbah Jumat.
“Innalillahi wa inna ilaihi roji’un,” ucap lirih Syahruddin Usman, Ketua Masjid Darul Falah, saat dikonfirmasi awak media. “Iya, Ustaz Yahya Waloni (meninggal saat bawakan khotbah),” lanjutnya dengan suara berat.
Khotbah Terakhir: Tentang Tauhid dan Keagungan Allah
Jamaah mengenang saat-saat terakhir almarhum dengan haru. Seperti biasa, suara Ustadz Yahya lantang dan penuh semangat. Khotbahnya tentang tauhid dan keesaan Allah menggema di dalam masjid. Intonasinya naik turun, penuh tekanan khas yang selama ini melekat dalam gaya ceramahnya yang blak-blakan dan penuh keyakinan.
Namun, menjelang khotbah kedua, Ustadz sempat duduk untuk beristirahat sejenak. Ketika berdiri kembali untuk melanjutkan khotbah, tubuhnya tiba-tiba ambruk di atas mimbar. Kata terakhir yang terdengar dari bibirnya adalah: “Allahu Akbar.”
Tangis dan kepanikan menyelimuti barisan depan masjid. Jamaah dan pengurus masjid segera bergerak cepat, namun takdir telah menetapkan jalan pulang sang dai.
Percakapan Terakhir dengan Sang Istri
Pagi sebelum berpulang, Ustadz Yahya sempat berbincang dengan sang istri tercinta, Fipil Filawati. Ia bertanya, seakan memberi isyarat tak kasat mata:
“Kira-kira aku kuat nggak khotbah hari ini?”
Fipil menjawab lembut, meyakinkan bahwa suaminya tampak sehat, bugar, dan bersemangat seperti hari-hari sebelumnya. Meski memiliki riwayat penyakit jantung, dalam beberapa waktu terakhir Ustadz tidak pernah mengeluh. Bahkan, selama di Makassar sejak 1 Juni lalu, ia aktif berdakwah dan menggalang dana untuk pembangunan masjid.
“Sehat. Semangat. Nggak ada keluhan apa-apa,” tutur Fipil lirih.
Kebersamaan mereka pagi itu menjadi percakapan terakhir. Sang suami berangkat ke masjid dengan tekad dakwah, namun takdir mengantarnya kembali kepada Sang Khalik di tempat yang paling mulia—mimbar khutbah.
Diterbangkan ke Jakarta, Disemayamkan dengan Cinta
Jenazah Ustadz Muhammad Yahya Waloni sempat disemayamkan di Masjid Darul Falah, tempat khotbah terakhirnya. Suasana penuh keharuan menyertai prosesi penghormatan terakhir dari para jamaah.
Malam harinya, jenazah diterbangkan menuju Jakarta menggunakan Batik Air dari Bandara Sultan Hasanuddin Makassar pukul 20.25 WITA, dan tiba di Bandara Soekarno-Hatta sekitar pukul 21.45 WIB.
Keputusan untuk memakamkan almarhum di Jakarta diambil oleh keluarga. Fipil Filawati mengungkapkan bahwa Jakarta adalah tempat tinggal mereka bersama keluarga, dan tempat almarhum ingin beristirahat.
Perjalanan Spiritual yang Tak Biasa
Yahya Waloni bukan nama asing dalam dunia dakwah. Lahir dengan nama Yahya Yopie Waloni pada 30 November 1970 di Manado, ia menempuh perjalanan spiritual yang tak biasa. Dari seorang pendeta, ia kemudian memeluk Islam dan menjadi dai Muslim. Gaya ceramahnya keras, kontroversial, namun tak sedikit yang tersentuh oleh semangatnya membela akidah.
Ia meninggalkan jejak dakwah yang kuat, dan wafat dalam keadaan berdakwah—di hari Jumat yang penuh keberkahan, di tempat yang dimuliakan, dan dalam seruan takbir yang agung.
Selamat jalan Ustadz. Semoga segala amal ibadahmu diterima, dan engkau dikumpulkan bersama para syuhada dan orang-orang saleh di sisi Allah SWT.
Aamiin ya Rabbal ‘Alamin.
(JBRMDS/05-18/02/25)
No comments