Kompas TV Lakukan PHK Massal, Program Kompas Sport Pagi Dihentikan: Cermin Krisis Media Konvensional di Era Digital
Salah satu korban dari langkah efisiensi ini adalah program Kompas Sport Pagi, yang secara resmi dihentikan penayangannya setelah hampir 12 tahun mengudara. Momen siaran terakhir program tersebut viral di media sosial, terutama karena ekspresi emosional sang presenter senior Gita Maharkesri, yang tak kuasa menahan air mata saat menutup acara. Tangis Gita menjadi simbol dari dampak nyata yang dialami para pekerja media akibat tekanan industri yang semakin kompleks.
PHK ini dilakukan di tengah penurunan tajam pendapatan iklan televisi konvensional, seiring dengan pergeseran konsumsi media ke platform digital seperti YouTube dan TikTok. Perubahan perilaku penonton yang kini lebih memilih konten on-demand mendorong Kompas TV — yang berada di bawah naungan KG Media — untuk mengubah strategi bisnisnya dan menyesuaikan struktur biaya operasional.
Dalam pernyataan resminya, manajemen Kompas TV menyebutkan bahwa langkah ini terpaksa diambil demi memastikan keberlanjutan bisnis di tengah tantangan industri yang semakin kompetitif. “Restrukturisasi ini adalah bagian dari adaptasi jangka panjang terhadap dinamika konsumsi media di era digital. Kami berkomitmen untuk tetap menghadirkan konten berkualitas, meski dengan format dan platform yang berbeda,” demikian kutipan dari pernyataan resmi perusahaan.
Jumlah karyawan yang terdampak tidak sedikit — ratusan orang kehilangan pekerjaan dalam gelombang PHK ini. Kendati demikian, hingga saat ini Kementerian Ketenagakerjaan mengaku belum menerima laporan resmi terkait pemutusan hubungan kerja tersebut. “Kami masih menunggu laporan formal. Namun kami ingatkan bahwa jika PHK dilakukan, hak-hak pekerja harus tetap diberikan sesuai regulasi,” ujar perwakilan Kemenaker seperti dikutip dari Bloomberg Technoz.
Fenomena ini bukanlah kasus terisolasi. Berdasarkan data Kemenaker, hingga April 2025 tercatat lebih dari 18.000 pekerja di berbagai sektor terkena PHK, dengan industri media menjadi salah satu yang paling terdampak. Di balik langkah efisiensi ini tersimpan kecemasan yang lebih luas: krisis keuangan media konvensional akibat disrupsi digital, rendahnya inovasi monetisasi konten, dan belum optimalnya regulasi yang melindungi pekerja kreatif di era transisi digital.
Pengamat media dan tenaga kerja menilai bahwa kasus PHK massal di Kompas TV harus menjadi alarm serius bagi pemerintah dan pelaku industri. Selain menata ulang strategi bisnis, dibutuhkan kebijakan negara yang lebih progresif dalam mengatur transformasi digital media, perlindungan pekerja, serta skema keberlanjutan konten informasi publik.
“Jika tidak diantisipasi dengan regulasi dan inovasi, maka ekosistem media yang independen, inklusif, dan berkeadilan bisa runtuh. Kita akan kehilangan bukan hanya pekerjaan, tapi juga jurnalisme yang sehat,” ujar salah satu pengamat media dari Sarasa Institute.
Kompas TV, yang sejak awal dikenal sebagai televisi berita yang menjaga standar independensi dan kualitas informasi, kini menghadapi babak baru. Apakah langkah efisiensi ini akan menjadi awal dari transformasi menuju media digital yang lebih adaptif? Ataukah justru menandai babak suram bagi media konvensional yang gagal menavigasi perubahan zaman?
Waktu yang akan menjawab. Namun yang pasti, air mata Gita Maharkesri di layar kaca adalah isyarat bahwa sebuah era telah berakhir — dan dunia media Indonesia tengah memasuki masa depan yang belum sepenuhnya siap dihadapi.
No comments