Kasus TBC di Indonesia Tembus 889 Ribu: Tantangan Menuju Eliminasi 2030
Jakarta — Perkembangan penyakit Tuberkulosis (TBC) di Indonesia menunjukkan lonjakan signifikan sepanjang awal tahun ini. Hingga Maret 2025, Kementerian Kesehatan mencatat lebih dari 889 ribu kasus TBC, mendekati proyeksi nasional yang mencapai 1,09 juta kasus pada tahun ini. Data ini menegaskan posisi Indonesia sebagai negara dengan jumlah kasus TBC terbanyak kedua di dunia, setelah India.
Provinsi-provinsi seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sumatera Utara tercatat sebagai kantong penyebaran terbesar, dengan beban penularan yang tinggi akibat kepadatan penduduk dan mobilitas yang luas. Namun yang paling mengkhawatirkan, kasus TBC pada anak meningkat drastis hingga tiga kali lipat, yang diyakini sebagai dampak penularan dari penderita dewasa selama pandemi Covid-19.
Kondisi ini menjadi ujian besar bagi pemerintah yang menargetkan deteksi 90% kasus TBC, inisiatif pengobatan 95%, serta keberhasilan pengobatan TBC sensitif obat sebesar 90% dan TBC resisten obat sebesar 80% pada tahun ini. Namun realisasinya masih jauh dari ideal. Tingkat keberhasilan pengobatan TBC resisten obat baru mencapai 58%, jauh di bawah ambang target nasional.
Menteri Kesehatan RI menegaskan bahwa penanggulangan TBC menjadi prioritas nasional. Pemerintah telah menetapkan enam strategi utama: memperkuat komitmen lintas sektor, memperluas akses layanan TBC, meningkatkan promosi dan pencegahan, memperbaiki pengobatan, mengendalikan infeksi, serta mendorong inovasi melalui riset dan teknologi.
"Kami sedang mengembangkan regimen pengobatan TBC yang lebih cepat, efektif, dan minim efek samping," kata Menkes dalam pernyataan resminya. Ia menambahkan bahwa keberhasilan penanggulangan TBC bukan hanya soal medis, tetapi juga melibatkan aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan.
Secara global, TBC masih menjadi penyakit menular paling mematikan. Di Indonesia, meskipun program deteksi dini dan pelacakan kasus telah meningkat signifikan, tantangan seperti stigma sosial, ketidaktahuan masyarakat, serta ketimpangan akses layanan kesehatan menjadi penghambat besar dalam upaya eliminasi.
Pemerintah menargetkan bahwa pada tahun 2030, angka kejadian TBC dapat ditekan hingga 80%, dan tingkat kematian diturunkan hingga 6 kasus per 100 ribu penduduk. Namun untuk mewujudkannya, dibutuhkan sinergi antara negara, masyarakat, dan komunitas, serta penguatan sistem kesehatan nasional yang tangguh dan merata.
Dengan tantangan yang kompleks dan data yang terus meningkat, TBC kini bukan sekadar isu kesehatan, tetapi permasalahan nasional yang menuntut respon kolektif, berkelanjutan, dan berbasis bukti.
No comments