Raja Ampat: Pertaruhan Indonesia di Kancah Global
Raja Ampat adalah mahakarya alam Indonesia yang dikenal sebagai pusat megabiodiversitas yaitu keragaman hayati yang sangat tinggi di laut dunia dengan lebih dari 550 spesies karang keras dan 1.500 spesies ikan karang, menjadikannya wilayah dengan keanekaragaman hayati laut tertinggi di planet ini. Selain keindahan alam bawah laut, Raja Ampat juga kaya akan hutan hujan tropis dan budaya masyarakat adat yang beragam, seperti suku Asmat, Dani, dan Korowai, yang telah lama menjaga warisan budaya dan tradisi mereka.
Namun belakangan ini santer pembertaan bagaimana kerusakan yang sudah dan mungkin terjadi dengan kegiatan penambangan yang kurang atau bahkan tidak memperdulikan kelangsungan kawasan dengan bijaksana.
Secara khusus Wakil Ketua MPR RI Eddy Suparno menyebut, reputasi Indonesia di mata internasional akan terpuruk jika lingkungan di Raja Ampat terkonfirmasi rusak. Reputasi Indonesia sebagai tujuan eco-wisata dunia akan terpuruk jika pada akhirnya hasil kajian Kementerian ESDM dan Lingkungan Hidup mengonfirmasi terjadinya kerusakan lingkungan di Raja Ampat akibat kegiatan penambangan yang tidak bertanggung jawab,” kata Eddy, dalam keterangan resminya, Minggu (8/6/2025).
Raja Ampat kini menghadapi ancaman serius dari aktivitas tambang nikel yang dilakukan oleh empat perusahaan di wilayah tersebut, termasuk PT Gag Nikel yang beroperasi di Pulau Gag. Eksploitasi tambang ini berpotensi merusak ekosistem laut dan darat, seperti kerusakan hutan, pencemaran laut akibat sedimentasi, serta hilangnya habitat flora dan fauna endemik. Kerusakan ini juga mengancam kelangsungan pariwisata yang selama ini menjadi tulang punggung ekonomi lokal dan merusak hak-hak masyarakat adat atas tanah ulayat mereka.
Di mata dunia, Raja Ampat adalah simbol komitmen Indonesia terhadap konservasi dan pembangunan berkelanjutan, serta bagian dari warisan global yang harus dilindungi. Aktivitas tambang yang merusak kawasan konservasi ini berisiko memperburuk citra Indonesia sebagai penjaga lingkungan dan warisan alam, bahkan berpotensi membuat Raja Ampat kehilangan status geopark global yang diakui UNESCO. Pakar hukum dan lingkungan meminta pemerintah untuk mengkaji ulang izin tambang dan mengutamakan pelestarian ekosistem serta hak masyarakat adat, dengan mendorong Raja Ampat menjadi zona eksklusif non-tambang dan fokus pada ekowisata dan konservasi.
Para Pejabat pemangku kebijakan seharunya menyadari, Raja Ampat adalah pertaruhan besar Indonesia di mata dunia antara memilih keuntungan ekonomi jangka pendek dari tambang nikel atau menjaga masa depan ekologis, budaya, dan reputasi bangsa melalui pelestarian alam yang berkelanjutan. Keputusan ini bukan hanya soal sumber daya alam, tetapi juga soal martabat dan kepercayaan dunia terhadap Indonesia sebagai negara yang mampu menjaga warisan alam dan budaya global.
(JBRMDS/05-18/02/25)
No comments