Breaking News

Dari Jalanan ke Parlemen: Pandangan Dr. Ahmad Zakiyuddin tentang Strategi Komunikasi Politik Gerakan Buruh di Hari Buruh Internasional

 Dr. Ahmad Zakiyuddin, S.IP, M.Kom (Pemerhati Komunikasi Politik) 

Jakarta — Peringatan Hari Buruh Internasional tahun ini kembali menjadi sorotan publik, terutama menyangkut efektivitas perjuangan buruh dalam konteks politik formal. Meskipun Partai Buruh belum memperoleh suara yang signifikan dalam pemilu terakhir, transformasi strategi gerakan buruh dinilai tetap penting dalam membangun kekuatan politik kelas pekerja.

Hal ini disampaikan oleh pengamat komunikasi politik Dr. Ahmad Zakiyuddin, S.IP., M.Kom dalam wawancara via telepon bersama redaksi. Ia menyoroti bagaimana gerakan buruh kini mulai menggeser cara berjuangnya dari aksi-aksi jalanan menuju pengaruh kebijakan melalui institusi politik.

“Kita menyaksikan bahwa buruh hari ini tak hanya berdemonstrasi, tapi juga mulai mempengaruhi kebijakan dari dalam sistem. Ini bagian dari komunikasi politik strategis, di mana buruh tidak hanya menyampaikan pesan, tetapi juga menjadi produsen pesan kebijakan,” ujarnya.

Menurutnya, meskipun Partai Buruh belum berhasil menjadi kekuatan dominan di parlemen, keberadaan tokoh-tokoh buruh di berbagai tingkat legislatif tetap menunjukkan arah baru dalam strategi perjuangan. Dalam kerangka teori komunikasi politik Harold Lasswell — “Who says what in which channel to whom with what effect” — buruh kini mencoba menjadi komunikator kebijakan, bukan hanya obyek komunikasi.

Ia juga mengutip teori agenda-setting dari McCombs dan Shaw, yang menjelaskan bahwa siapa yang memiliki akses terhadap saluran komunikasi dan posisi pengambilan keputusan, maka merekalah yang mampu menentukan isu-isu utama dalam ruang publik.

“Dulu buruh hanya tampil pada 1 Mei, kini mereka hadir sepanjang tahun di ruang-ruang sidang. Mereka tidak hanya bicara soal upah dan jam kerja, tapi juga tentang jaminan sosial, penghapusan outsourcing, hingga digitalisasi yang adil bagi pekerja,” jelasnya.

Namun, Dr. Zakiyuddin mengakui bahwa capaian politik gerakan buruh masih jauh dari ideal. Partai Buruh, sebagai kanal politik utama gerakan tersebut, belum mampu meraih suara besar dalam pemilu. Ini menunjukkan perlunya konsolidasi internal, peningkatan kualitas kader, serta strategi komunikasi politik yang lebih kuat dan adaptif terhadap dinamika pemilih.

“Kredibilitas Partai Buruh dan para legislator buruh akan diuji bukan hanya dalam retorika, tapi dalam kemampuan mereka merumuskan dan memperjuangkan kebijakan konkret,” tegasnya.

Baginya, Hari Buruh bukan sekadar ritual tahunan, melainkan momen refleksi dan koreksi strategi. Bila buruh ingin benar-benar menjadi kekuatan politik yang diperhitungkan, mereka harus mampu membangun narasi politik yang kuat, menguasai saluran komunikasi publik, dan mempengaruhi legislasi secara nyata.

“Jika buruh berhasil membangun narasi politik yang kuat, memperluas saluran komunikasi publik, dan memegang kendali pada proses legislasi, maka kita sedang menyaksikan transformasi gerakan buruh dari jalanan ke dalam institusi demokrasi,” pungkasnya.

Dengan demikian, peringatan 1 Mei tahun ini menjadi cermin dari tantangan dan peluang. Di tengah keterbatasan suara dan pengaruh formal, gerakan buruh di Indonesia tengah menempuh jalan panjang untuk menjadikan suara pekerja sebagai bagian integral dari proses politik nasional.

[ - CR - ]

No comments