Breaking News

Sinergi Global PBNU: Lindungi Pekerja Indonesia dari Desa hingga Diaspora

Pertemuan di PBNU

Jakarta – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengumumkan langkah baru dalam memperluas pendampingan bagi pekerja Indonesia, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Inisiatif ini dirancang untuk menjawab tantangan dunia kerja modern yang semakin terdigitalisasi, sekaligus memperkokoh ketahanan sosial-keagamaan masyarakat Indonesia di tengah arus globalisasi.

Dalam pertemuan strategis yang melibatkan badan otonom dan lembaga di bawah naungan NU, termasuk Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi), PBNU menekankan pentingnya pendekatan pendampingan yang sistematis, terintegrasi, dan berbasis nilai-nilai Ahlussunnah wal Jamaah.


"Kita ingin memastikan bahwa setiap pekerja Indonesia, tidak hanya yang berlatar NU, mendapat pendampingan, perlindungan, serta pembinaan, baik di dalam negeri maupun di tanah rantau," kata salah satu pengurus PBNU.

Dua Program Andalan: Santri Migran Preneur dan Migran Mengaji

Untuk mewujudkan visi tersebut, PBNU meluncurkan dua program unggulan.
Pertama, Santri Migran Preneur, yang bertujuan membekali santri lulusan pesantren serta masyarakat umum dengan keterampilan kerja dan wirausaha. Program ini bukan sekadar mendorong lapangan kerja, tetapi juga mencetak pelaku usaha yang kuat dalam aspek ekonomi dan spiritual.

Kedua, Migran Mengaji, program berbasis komunitas di luar negeri yang dikembangkan melalui Pengurus Cabang Istimewa (PCI) NU. Melalui pengajian rutin, pekerja migran mendapatkan pembinaan keagamaan, penguatan akidah, serta jaringan solidaritas sosial yang mempererat komunitas diaspora.

Data dari Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) menunjukkan bahwa per tahun 2023, jumlah pekerja migran Indonesia mencapai 3,7 juta orang tersebar di lebih dari 150 negara. Sebagian besar dari mereka bekerja di sektor domestik, konstruksi, dan layanan informal, sektor-sektor yang kerap rentan terhadap eksploitasi dan minim perlindungan hukum.

Sarbumusi, Garda Terdepan Advokasi Pekerja

PBNU juga menghidupkan kembali peran Sarbumusi sebagai ujung tombak dalam membela hak-hak buruh dan pekerja migran. Sarbumusi ditargetkan memperluas jangkauan hingga ke jaringan PCI NU di luar negeri, sejalan dengan upaya mendorong advokasi yang lebih terorganisir dan berbasis prinsip Islam moderat.

"Advokasi pekerja migran tak bisa dilakukan setengah-setengah. Kita butuh gerakan yang kuat, berbasis nilai, dan mampu menjangkau hingga ke titik-titik komunitas pekerja kita di dunia," ujar perwakilan PBNU.

Sebagai gambaran, berdasarkan data International Labour Organization (ILO), sekitar 48% dari pekerja migran global menghadapi masalah pelanggaran kontrak kerja, upah yang tidak dibayar, hingga kekerasan di tempat kerja. Kondisi ini mendorong PBNU mempertegas pentingnya pendampingan berbasis komunitas dan pendidikan hukum.

Menghadapi Ancaman Sosial di Era Digital

Selain isu ketenagakerjaan, PBNU menyoroti tantangan sosial lain yang mengintai para pekerja migran, seperti penyalahgunaan narkoba, pergaulan bebas, judi daring, serta paparan paham radikalisme. Melalui penguatan pembinaan berbasis nilai keagamaan, PBNU ingin menghadirkan sistem pendampingan yang tidak hanya menyentuh aspek lahiriah, tetapi juga membentuk ketahanan mental dan spiritual para pekerja.

Dalam kerangka lebih besar, PBNU menganggap pekerja migran sebagai kekuatan sosial dan budaya bangsa. Bonus demografi Indonesia — di mana sekitar 70% penduduk berusia produktif — dinilai sebagai momentum strategis untuk membangun ketahanan nasional melalui penguatan sumber daya manusia, termasuk mereka yang berada di luar negeri.

"Kita tidak hanya bicara soal pekerja. Kita bicara soal masa depan Indonesia di tengah persaingan global," tandas salah satu pimpinan PBNU.

Dengan sinergi nasional-internasional, revitalisasi lembaga internal, dan inovasi program berbasis pesantren, PBNU menegaskan komitmennya sebagai kekuatan sosial keagamaan yang adaptif, inklusif, dan siap memimpin di tengah perubahan zaman.

( - YR - ) 

No comments