Breaking News

Pertentangan Surat Edaran Study Tour, Yeni Rahayu Kritik Kebijakan Disdikpora Pangandaran yang Dinilai Bertentangan dengan Aturan Gubernur Jabar

Yeni Rahayu (Sekretaris Sarasa Institute) 

Pangandaran — Surat Edaran Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Pangandaran No. 800/1993/Disdipora/2025 menuai kritik dari sejumlah kalangan. Salah satunya datang dari Yeni Rahayu, Sekretaris Sarasa Institute, yang menyebut kebijakan tersebut tidak hanya kontraproduktif, tapi juga bertentangan dengan Surat Edaran Gubernur Jawa Barat No. 64/PK.01/KESRA.

Poin pertama dalam surat edaran Disdikpora Pangandaran menyatakan bahwa seluruh satuan pendidikan di wilayah tersebut tidak diperkenankan melaksanakan study tour, karyawisata, studi banding, piknik, dan sejenisnya, kecuali ke destinasi yang berada dalam wilayah Kabupaten Pangandaran. Namun, kebijakan ini bertolak belakang dengan kebijakan di tingkat provinsi yang disampaikan melalui Surat Edaran Gubernur Jawa Barat, yang justru mengimbau pelaksanaan study tour dilakukan di lingkungan wilayah Provinsi Jawa Barat sebagai upaya mendorong pertumbuhan ekonomi lokal.

Yeni Rahayu: Secara Hierarkis, Surat Edaran Dinas Tidak Bisa Menyalahi Gubernur

Menurut Yeni, surat edaran Disdikpora Pangandaran secara nyata telah menutup kemungkinan sekolah-sekolah melakukan kegiatan edukatif ke daerah lain di Jawa Barat, padahal Gubernur memperbolehkannya sejauh masih dalam satu wilayah provinsi.

“Ini bentuk kekacauan kebijakan. Pemerintah kabupaten mestinya tidak mengunci ruang gerak siswa dan pendidik hanya di Pangandaran, sementara Gubernur Jabar telah memberi ruang yang cukup terbuka selama masih berada di dalam provinsi,” ujar Yeni saat ditemui di kantor Sarasa Institute.

Ia menegaskan bahwa dalam sistem hukum Indonesia, berlaku prinsip hierarki peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. “Jika ada peraturan yang kedudukannya lebih rendah bertentangan dengan yang lebih tinggi, maka yang berlaku adalah yang lebih tinggi. Maka, surat edaran Disdikpora bisa dinyatakan cacat hukum atau tidak berlaku,” lanjutnya.

Yeni bahkan menyebut bahwa kebijakan ini berpotensi mendiskriminasi hak siswa dalam mengakses pengalaman belajar di luar daerah, sekaligus bertentangan dengan prinsip pendidikan holistik dan merdeka belajar.

Tedi Yusnanda N: "Berlaku Asas Lex Superior Derogat Legi Inferiori"

Senada dengan Yeni, dihubungi melalui telepon, Direktur Eksekutif Sarasa Institute, Tedi Yusnanda N, menilai surat edaran Disdikpora Pangandaran tersebut cacat dari aspek legalitas. Ia menegaskan bahwa dalam praktik administrasi pemerintahan, asas lex superior derogat legi inferiori berlaku mutlak.

Tedi Yusnanda N (Direktur Eksekutif Sarasa Institute) 

“Jika kepala dinas pendidikan di kabupaten membuat aturan yang membatasi lebih ketat dibanding ketentuan dari Gubernur yang menjadi atasan administratifnya, maka kebijakan tersebut bisa dianulir,” jelas Tedi Yusnanda N.

Ia juga menambahkan bahwa surat edaran bukanlah produk hukum yang bisa mengatur pembatasan hak secara mutlak, apalagi bertentangan dengan ketentuan yang lebih tinggi. “Surat edaran hanyalah bentuk arahan, bukan regulasi normatif yang bisa mengikat secara absolut. Jadi, kalau menimbulkan kerancuan hukum atau ketidakadilan, tentu bisa digugat secara administratif,” tambahnya.

Potensi Diskriminasi Ekonomi dan Edukasi

Di sisi lain, pembatasan study tour hanya di wilayah Pangandaran juga dipertanyakan dari sisi keadilan ekonomi dan mutu pendidikan. Tidak semua sekolah memiliki akses yang sama terhadap objek wisata edukatif di dalam kabupaten, dan banyak kegiatan pembelajaran luar kelas yang justru berada di kota-kota besar seperti Bandung, Bogor, atau Cirebon—yang masih dalam wilayah Provinsi Jawa Barat.

“Pangandaran belum punya pusat perkembangan ilmu pengetahuan seperti museum IPTEK, planetarium, atau pusat kebudayaan yang representatif. Bagaimana siswa kita bisa belajar dari kenyataan, jika ruang geraknya dibatasi hanya di satu wilayah administratif?” tutur Yeni.

Ia menyarankan agar Disdikpora Pangandaran meninjau kembali surat edaran tersebut dan segera menyelaraskan dengan kebijakan provinsi, demi kepentingan pendidikan yang lebih luas dan mendalam.

Desakan untuk Revisi dan Klarifikasi

Sejumlah kepala sekolah juga mulai menyuarakan kebingungan atas surat edaran ganda yang dikeluarkan oleh dua otoritas berbeda ini. Beberapa bahkan menyebut akan menunda pelaksanaan study tour hingga ada kejelasan lebih lanjut dari pemerintah daerah.

“Jangan sampai anak-anak kami jadi korban tarik-menarik kebijakan. Kami butuh kepastian hukum dan arahan yang jelas, bukan larangan yang membingungkan,” ujar salah satu kepala sekolah menengah di yang enggan disebut namanya.

Dengan sorotan dari masyarakat, desakan agar Disdikpora Pangandaran mencabut atau merevisi surat edarannya semakin menguat. Jika tidak, dikhawatirkan akan terjadi dualisme kebijakan yang merugikan satuan pendidikan dan menurunkan kualitas pengalaman belajar peserta didik.

( - AZ - ) 

No comments