Breaking News

Di Hari Buruh Nanti FMR akan Melapak Buku di Tengah Kepadatan Aksi May Day.




Sumber: instagram.com/storyrakyat_


Bandung, 30 April 2025 — Ketika ruang-ruang aksi Hari Buruh semakin direduksi menjadi seremoni tahunan yang kehilangan tajinya, Front Muda Revolusioner (FMR) Cabang Bandung mengumumkan kehadirannya dengan cara yang tak biasa: membuka lapak literatur revolusioner tepat di tengah keramaian aksi 1 Mei.


FMR akan menyelenggarakan lapak literatur—sebuah ruang terbuka yang menawarkan buku-buku pemikiran kiri, teori kelas, dan narasi-narasi tandingan terhadap dominasi neoliberalisme. Ini bukan sekadar aktivitas jual-beli buku, melainkan tindakan politis untuk membangun kembali kesadaran ideologis kaum muda dan buruh yang selama ini tercerabut dari akar perjuangannya.


Front Muda Revolusioner, sebuah organisasi pemuda dengan orientasi politik radikal dan historisnya berakar pada perlawanan kelas. Dengan menyapa “kamerad, simpatisan, dan calon anggota”, FMR menegaskan bahwa ini bukan kegiatan eksklusif, melainkan ruang dialektika terbuka bagi siapa pun yang masih percaya bahwa perubahan sosial harus bertumpu pada kesadaran yang terorganisir.


Kegiatan ini akan berlangsung pada 1 Mei 2025, tepat pada puncak peringatan Hari Buruh Internasional, dari pukul 12.00 hingga 16.00 WIB. Momentum ini dipilih bukan tanpa alasan: sebagai bentuk konfrontasi terhadap banalitas peringatan 1 Mei yang makin dijinakkan oleh negara dan pasar.


Di Taman Cikapayang, Dago, Bandung—sebuah titik strategis di mana massa buruh dan masyarakat kota biasanya berkumpul saat aksi. Pemilihan lokasi ini merefleksikan keinginan FMR untuk bersinggungan langsung dengan denyut nadi perlawanan rakyat, bukan sekadar berdiri di pinggiran.


Karena perjuangan buruh hari ini telah direduksi menjadi tuntutan administratif semata—upah layak, jaminan kerja, dan formalitas kontrak—tanpa menyentuh akar struktural dari penindasan: sistem ekonomi yang timpang dan aparatus ideologis yang mematikan kesadaran. FMR melawan tendensi depolitisasi ini dengan mengangkat kembali peran literatur sebagai alat pembebasan. Mereka menyadari bahwa tanpa teori yang tajam, praksis hanya akan menjadi gerak tanpa arah.


Melalui lapak yang dibuka secara mandiri, di tengah padatnya konsentrasi massa, FMR akan menghadirkan buku-buku, pamflet, serta diskusi singkat yang bersifat konfrontatif terhadap status quo. Kegiatan ini tidak disponsori oleh korporasi, tidak dikemas secara estetik untuk pasar, dan tidak tunduk pada logika branding. Ini adalah ruang perlawanan, bukan etalase konsumsi.

No comments