Breaking News

Tabungan Konsumen Indonesia Makin Menipis, Daya Beli Kian Tertekan


jabarmedos.com – Tekanan ekonomi domestik terus memengaruhi perilaku keuangan masyarakat Indonesia sepanjang 2025. Data terbaru Bank Indonesia (BI) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menunjukkan alokasi pendapatan masyarakat untuk tabungan semakin berkurang, sementara kebutuhan konsumsi justru terus meningkat. Fenomena ini menandai melemahnya daya beli, sekaligus menjadi alarm bagi perekonomian nasional.

Bank Indonesia mencatat pada Juni 2025, rata-rata proporsi pendapatan yang dialokasikan untuk tabungan turun signifikan menjadi 14,1%, lebih rendah dari bulan Mei yang masih 14,9%. Pada saat yang sama, proporsi pengeluaran untuk konsumsi justru meningkat menjadi 75,1%, naik dari 74,3% pada April. Pergeseran ini menegaskan bahwa masyarakat semakin sulit menahan belanja untuk kebutuhan sehari-hari dan mulai mengorbankan pos tabungan.

Tren menipisnya tabungan konsumen bukan hanya tampak dalam rasio alokasi pendapatan. Indeks Menabung Konsumen (IMK) juga terus melemah. Pada Mei 2025, IMK tercatat 79,0—turun 4,4 poin dari bulan sebelumnya. Penurunan terjadi baik pada Indeks Waktu Menabung, yang mengukur persepsi kapan waktu tepat untuk menabung, maupun Indeks Intensitas Menabung, yang merefleksikan kemampuan masyarakat untuk benar-benar menabung. Penurunan ini mengindikasikan tekanan tidak hanya pada perilaku, tapi juga pada kapasitas masyarakat untuk menyisihkan uang.

LPS secara khusus menyoroti penurunan yang paling tajam terjadi pada kelompok dengan saldo tabungan di bawah Rp1 juta. Pada Mei 2025, indeks kelompok ini turun ke level 79,6. Artinya, masyarakat berpendapatan rendah yang paling terdampak oleh gejolak harga dan kebutuhan konsumsi, sehingga memaksa mereka menguras simpanan untuk bertahan hidup.

Fenomena ini sejalan dengan melambatnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga secara nasional. Pada kuartal I-2025, konsumsi rumah tangga tumbuh hanya 4,89%, lebih rendah dari periode sama tahun sebelumnya. Bahkan pada kuartal II-2025, konsumsi diproyeksikan stagnan. Sektor konsumsi yang menjadi penopang utama PDB Indonesia terlihat mulai kehilangan momentumnya.

Lesunya daya beli juga tercermin dalam Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), yang terus menurun sejak awal 2025. Data BI menunjukkan IKK pada Maret 2025 anjlok 5,3 poin. Ini menandakan melemahnya optimisme masyarakat mengenai kondisi ekonomi saat ini dan ekspektasi ke depan. Konsumen lebih berhati-hati dalam belanja, menunda pembelian barang tahan lama, bahkan mengandalkan tabungan untuk kebutuhan rutin.

Beberapa faktor menjadi biang kerok fenomena ini. Pertama, inflasi pangan yang masih tinggi membuat masyarakat harus mengalokasikan lebih banyak pengeluaran untuk membeli bahan pokok. Kenaikan harga beras, minyak goreng, telur, dan cabai menjadi beban utama rumah tangga, terutama di segmen menengah bawah. Kedua, pendapatan riil yang stagnan. Meski ada kenaikan upah minimum di beberapa provinsi, kenaikannya belum sepadan dengan laju inflasi. Alhasil, daya beli riil masyarakat menurun.

Ketiga, ketidakpastian ekonomi turut menambah tekanan. Sektor industri masih menghadapi tantangan pelemahan permintaan global dan penurunan ekspor, yang memicu gelombang PHK di beberapa perusahaan. Banyak rumah tangga yang kehilangan sumber pendapatan atau menghadapi pendapatan yang lebih tidak pasti. Dalam kondisi ini, tabungan menjadi jaring pengaman yang akhirnya terkikis.

Keempat, pengeluaran musiman juga berdampak signifikan. Ramadan dan Lebaran mendorong lonjakan belanja pada April–Mei. Meski aktivitas ekonomi meningkat pada periode tersebut, masyarakat justru banyak yang mengorbankan saldo tabungan untuk memenuhi kebutuhan hari raya. Demikian pula pengeluaran tahun ajaran baru pada Juli–Agustus yang membuat orang tua harus membayar biaya pendidikan, seragam, dan buku.

Yang juga perlu dicatat adalah meningkatnya kredit konsumsi, termasuk kredit tanpa agunan (KTA) dan pembiayaan melalui buy now pay later (BNPL). Layanan keuangan ini memang membantu menjaga konsumsi jangka pendek, tetapi di sisi lain menambah beban cicilan rumah tangga, sehingga mengurangi ruang untuk menabung di bulan-bulan berikutnya.

Lembaga Penjamin Simpanan dalam laporan terbaru menekankan bahwa tren ini bukan hanya fenomena jangka pendek, tetapi bisa menjadi tantangan struktural jika tidak diantisipasi. Apabila proporsi tabungan terus menurun, ketahanan keuangan rumah tangga akan rapuh. Krisis atau kebutuhan mendesak di masa depan akan semakin sulit dihadapi tanpa tabungan.

Pemerintah memang berupaya menjaga konsumsi melalui berbagai stimulus seperti bantuan sosial tunai, subsidi energi, dan program perlindungan sosial lain. Namun, dampak positifnya sering kali bersifat sementara. Untuk memperkuat daya beli, perlu strategi yang lebih menyeluruh: menjaga stabilitas harga pangan, mendorong penciptaan lapangan kerja, serta meningkatkan pendapatan riil masyarakat.

Di sisi lain, pelaku usaha juga dituntut lebih adaptif. Dalam iklim daya beli yang melemah, strategi penjualan berbasis diskon besar-besaran atau cicilan murah bisa membantu volume penjualan jangka pendek, tetapi berpotensi menambah beban utang konsumen. Pendekatan yang lebih berkelanjutan, misalnya dengan menghadirkan produk lebih terjangkau atau model bisnis berbagi (sharing economy), mungkin menjadi alternatif.

Para ekonom mengingatkan bahwa jika tren tabungan yang menurun dan daya beli yang lesu dibiarkan, risiko perlambatan ekonomi nasional akan semakin nyata. Konsumsi rumah tangga selama ini menjadi motor utama perekonomian Indonesia. Jika motor ini kehilangan tenaga, pertumbuhan ekonomi nasional pun berpotensi melambat lebih tajam.

Dengan tantangan ekonomi global yang belum pasti, seperti suku bunga tinggi di negara maju dan tensi geopolitik yang mengganggu rantai pasok, ketahanan ekonomi domestik menjadi sangat bergantung pada kesehatan konsumsi dalam negeri. Menjaga kemampuan masyarakat untuk menabung, sekaligus memastikan daya beli tetap terjaga, menjadi agenda penting bagi pemerintah dan dunia usaha untuk mencegah terjadinya kontraksi ekonomi yang lebih serius di masa mendatang.

(JBRMDS/05-18/02/25)

No comments