Breaking News

Sejarah Premanisme dan Dampaknya terhadap Kehidupan Masyarakat El Salvador: Dari Negara Paling Brutal Menuju Keamanan Ketat

 Nayib Bukele (Presiden El Salvador) 

San Salvador – Sejarah panjang premanisme di El Salvador telah meninggalkan luka sosial yang mendalam sekaligus membentuk wajah negara ini selama beberapa dekade. Berawal dari perang saudara yang berlangsung antara tahun 1980 hingga 1992, kekerasan yang melanda negara kecil di Amerika Tengah ini menyisakan trauma kolektif, ketidakstabilan ekonomi, serta fragmentasi sosial yang menjadi ladang subur bagi tumbuhnya geng-geng brutal seperti Mara Salvatrucha (MS-13) dan Barrio 18.

Akar Premanisme: Warisan Perang dan Diaspora Kriminal

Pasca-perang saudara, banyak mantan kombatan dan pemuda menganggur yang gagal berintegrasi ke dalam kehidupan sipil. Dalam kekosongan hukum dan perlindungan sosial, sebagian besar dari mereka beralih ke dunia kekerasan. Ironisnya, dua geng terbesar di El Salvador justru lahir dari imigran Salvador yang bermigrasi ke Amerika Serikat pada era 1980-an, khususnya di Los Angeles. Awalnya terbentuk untuk melindungi diri dari diskriminasi dan kekerasan jalanan, kelompok-kelompok ini kemudian dideportasi ke tanah asal dan membawa serta budaya kekerasan yang mereka pelajari di Amerika[5].

Setibanya kembali di El Salvador, MS-13 dan Barrio 18 berkembang menjadi kekuatan bayangan yang menguasai wilayah-wilayah miskin urban. Mereka menjalankan jaringan pemerasan, pembunuhan, penculikan, perdagangan narkoba, bahkan menerapkan “pajak wilayah” kepada penduduk lokal. Kota-kota seperti San Salvador, Soyapango, dan Ilopango menjadi ajang pertempuran berdarah antar geng dan antara geng dengan aparat keamanan negara[6].

Teror Sehari-hari dan Kehancuran Sosial

Dampak dari dominasi geng ini sangat merusak. Pada puncaknya, El Salvador mencatatkan tingkat pembunuhan tertinggi di dunia, melebihi angka kematian dari negara-negara yang sedang berperang secara terbuka[5]. Aktivitas ekonomi terganggu, para pedagang kecil harus membayar "pajak keamanan" kepada geng, dan ribuan keluarga memilih mengungsi demi keselamatan. Anak-anak berhenti sekolah karena ancaman perekrutan paksa oleh geng, sementara para perempuan menghadapi kekerasan seksual yang dilegalkan oleh budaya impunitas geng.

Upaya pemerintah sebelumnya untuk mengatasi kekerasan sering gagal. Strategi “tregua” (gencatan senjata) antara pemerintah dan geng yang diterapkan pada 2012, misalnya, hanya meredakan kekerasan untuk sementara, namun akhirnya memperkuat posisi tawar geng terhadap negara.

Penanganan Presiden Nayib Bukele: Antara Puji dan Kritik

Sejak menjabat pada 2019, Presiden Nayib Bukele mengadopsi pendekatan radikal dan represif untuk memberantas premanisme. Melalui kebijakan Estado de Excepción (Keadaan Darurat) yang diumumkan sejak Maret 2022, pemerintah Bukele menangguhkan hak-hak sipil dan melakukan penangkapan massal terhadap puluhan ribu tersangka anggota geng[1][3].

Dalam waktu kurang dari dua tahun, lebih dari 75.000 orang ditangkap, sebagian besar tanpa proses hukum yang memadai. Mereka ditahan di Centro de Confinamiento del Terrorismo (CECOT), penjara raksasa berkapasitas 40.000 tahanan yang dibangun khusus untuk menampung anggota geng[1][4]. Media internasional dan nasional menyoroti bagaimana para tahanan digiring tanpa alas kaki, diborgol, dan diperlakukan seperti barang bukti yang dipajang kepada publik.

Hasil kebijakan ini memang mencengangkan: tingkat pembunuhan di El Salvador menurun drastis, dan banyak wilayah yang sebelumnya dikuasai geng kini bisa diakses warga tanpa rasa takut. Negara yang dulu dikenal sebagai “ibu kota pembunuhan dunia” kini disebut oleh Bukele sebagai “negara paling aman di Belahan Barat”[5].

Namun, pendekatan ini menuai kritik tajam dari organisasi hak asasi manusia. Amnesty International dan Human Rights Watch menuduh pemerintah melakukan pelanggaran HAM besar-besaran, mulai dari penahanan sewenang-wenang, penyiksaan, hingga kematian dalam tahanan[1]. Banyak warga juga ditahan karena kecurigaan semata atau karena tinggal di wilayah yang diasosiasikan dengan geng.

Realitas Baru: Damai yang Dibangun di Atas Ketakutan?

Bagi sebagian besar warga El Salvador, ketenangan yang mereka rasakan saat ini memang melegakan. Anak-anak bisa kembali bersekolah, pedagang bisa berjualan tanpa takut dipalak, dan ruang publik kembali hidup. Namun, ada kekhawatiran bahwa kedamaian ini dibangun di atas fondasi otoritarianisme, bukan keadilan dan rekonsiliasi sosial.

“Premanisme memang telah ditekan, tapi dengan cara yang bisa membentuk rezim ketakutan baru,” ungkap seorang pengamat politik lokal. “Pertanyaannya bukan hanya apakah kita aman sekarang, tetapi apakah kita bebas?”

Penutup
Sejarah premanisme di El Salvador adalah cermin dari bagaimana kekerasan struktural, kegagalan reintegrasi pascaperang, dan diaspora kriminal dapat merusak fondasi sosial suatu negara. Langkah keras Presiden Bukele mungkin telah memutus mata rantai geng dalam jangka pendek, namun El Salvador masih harus menjawab tantangan jangka panjang: membangun negara hukum yang adil, menjamin HAM, dan menciptakan keadilan sosial yang mencegah generasi berikutnya lahir dari reruntuhan kekerasan masa lalu.

Sumber:
1. BBC Indonesia, "Ribuan anggota geng digiring ke penjara raksasa di El Salvador"
2. Kompaspedia, "Sejarah Praktik Premanisme dan Relasi Kekuasaan"
3. Antaranews, "El Salvador kerahkan 10.000 personel keamanan ke sarang preman"
4. Obsession News, "Lenyapkan Premanisme, 2.000 Anggota Geng Dijebloskan ke Penjara Raksasa"
5. YouTube, "El Salvador: Dari Negara Paling Brutal, Menjadi Paling Aman"
6. Medcom.id, "Preman di El Salvador Paksa Terapkan Lockdown"

No comments