Panglima TNI Kerahkan Pasukan Amankan Kejaksaan, Koalisi Sipil Kritik Potensi Militerisasi Penegakan Hukum
Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto, Jaksa Agung ST Burhanuddin, dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo
Dalam instruksi tersebut, setiap Kejati akan dijaga oleh satu Satuan Setingkat Peleton (30 personel), sedangkan Kejari dijaga oleh satu regu (10 personel). Personel yang dikerahkan berasal dari satuan tempur dan bantuan tempur di wilayah masing-masing dan akan bertugas secara rotasi bulanan.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, membenarkan adanya pengamanan oleh TNI. Ia menyatakan bahwa ini adalah bentuk kerja sama kelembagaan antara TNI dan Kejaksaan, terutama dalam mendukung keberadaan Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer. Hal senada ditegaskan Kepala Dinas Penerangan TNI AD Brigjen Wahyu Yudhayana yang menyebutkan bahwa surat telegram tersebut merupakan bagian dari prosedur biasa dan tidak perlu ditafsirkan sebagai langkah luar biasa.
Namun, kebijakan ini memicu kekhawatiran dan kritik tajam dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan. Mereka mendesak Panglima TNI untuk mencabut perintah tersebut karena dinilai bertentangan dengan prinsip-prinsip supremasi sipil dalam demokrasi dan berpotensi membuka jalan bagi militerisasi ranah penegakan hukum.
“Keterlibatan militer dalam urusan institusi hukum sipil seperti Kejaksaan bukan hanya melanggar batas kewenangan, tapi juga dapat menciptakan preseden buruk bagi masa depan demokrasi di Indonesia,” tulis pernyataan resmi Koalisi, yang terdiri dari sejumlah LSM dan akademisi.
Meski demikian, pihak TNI menegaskan bahwa pengerahan prajurit ini tidak bersifat ofensif ataupun represif, melainkan murni pengamanan terhadap aset dan aktivitas institusi penegak hukum. Langkah ini, menurut mereka, sudah melalui koordinasi antarlembaga dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Hingga kini, belum ada keterangan resmi dari Presiden RI atau Menteri Pertahanan terkait polemik ini. Publik dan kalangan pengamat politik pun masih menunggu apakah langkah ini akan menjadi bagian dari kebijakan keamanan nasional yang lebih luas atau sekadar respons terhadap situasi tertentu yang belum diungkapkan ke publik.
Apakah langkah TNI ini akan menjadi pola baru dalam sinergi antarinstansi, atau justru membuka ruang tarik menarik antara sipil dan militer dalam ranah penegakan hukum? Waktu yang akan menjawab.
No comments