Menyulam Kenangan, Menjalin Silaturahmi: Reuni dan Halal Bihalal SMP Negeri 29 Jakarta Angkatan 1990
Di balik jamuan makan bersama dan kemeriahan doorprize yang telah dipersiapkan, tersembunyi kerinduan panjang untuk kembali ke masa-masa putih biru—ketika dunia masih sebatas bangku kelas, ruang UKS, dan kantin sekolah. Ramah tamah yang digelar bukan semata formalitas pasca-Lebaran, melainkan upaya tulus untuk menyambung kembali silaturahmi yang mungkin sempat longgar terurai oleh waktu dan jarak.
Tak hanya sebagai sarana temu kangen, reuni telah lama diyakini sebagai kebutuhan psiko-sosial. Dalam sejarahnya, tradisi reuni berasal dari budaya sekolah-sekolah di Amerika Serikat abad ke-19, terutama universitas yang mulai mengumpulkan para alumninya untuk menjaga jejaring sosial dan profesional. Di Indonesia, reuni berkembang menjadi ritual emosional yang mengandung nilai kekeluargaan, spiritualitas, bahkan refleksi personal.
Sebagian psikolog menyebutkan bahwa reuni adalah terapi jiwa yang halus. Dalam teori psikologi eksistensial, reuni merupakan bentuk "pengakuan akan waktu"—bahwa manusia butuh menengok ke belakang, bukan untuk terjebak, tetapi agar bisa menapak lebih kokoh ke masa depan. Sementara dalam pendekatan sosiologis, reuni adalah momen kolektif yang memperkuat identitas komunitas. Para alumni tidak hanya berbagi masa lalu, tapi juga membentuk narasi sosial tentang siapa mereka kini dan apa yang telah mereka jalani.
Namun di luar teori, reuni menyimpan mitos yang jauh lebih personal. Mitos bahwa pertemuan kembali bisa memulihkan luka lama, membebaskan tawa yang terpendam, atau sekadar menyapa cinta pertama yang tak pernah sempat diungkap. Di antara gurauan dan kenangan itu, ada ruang-ruang batin yang perlahan-lahan dibuka kembali.
Acara halal bihalal ini, menurut panitia, juga menjadi medium spiritual untuk saling memaafkan, menjembatani kesalahpahaman masa lalu yang mungkin tertinggal di sela-sela bangku sekolah. “Kita pernah saling bersenggolan, saling usil, bahkan saling menjauh. Tapi hari ini, kita bertemu lagi sebagai orang-orang dewasa yang ingin terus bersahabat,” ujar salah satu inisiator acara ini.
Dengan semangat itu, reuni SMP Negeri 29 Jakarta Angkatan 1990 bukan sekadar agenda kalender. Ia adalah perayaan akan waktu, pertemanan, dan perasaan yang tetap hangat, meski usia dan dunia terus berubah. Sebab seperti kata seorang penyair, "masa lalu tak pernah benar-benar pergi; ia hanya menunggu saat untuk dikenang kembali."
Karena itu, mari kita hadir dan ambil bagian dalam momen langka ini. Jadikan reuni dan halal bihalal SMP Negeri 29 Jakarta Angkatan 1990 bukan hanya sebagai ajang temu kangen, tapi juga peristiwa batin yang menyatukan kembali cerita kita yang sempat terpencar. Bawa senyum, cerita, dan semangatmu ke Ayam Panggang Situ Gintung pada 17 Mei 2025. Sebab silaturahmi tak akan pernah lekang oleh waktu—dan reuni ini adalah cara kita membuktikannya. Jangan sampai terlewat!
No comments