Ketika Istri Menguasai Keuangan Rumah Tangga: Masalah atau Solusi?
Jakarta - Dalam budaya rumah tangga Indonesia, sudah menjadi kebiasaan bahwa istri memegang kendali penuh atas keuangan keluarga. Suami bekerja dan menyerahkan seluruh gajinya kepada istri. Namun, dalam beberapa kasus, suami tidak lagi memiliki akses terhadap uangnya sendiri. Bahkan untuk kebutuhan pribadi, ia hanya menerima "jatah harian" dari istri, dan tak berdaya saat ingin menggunakan uang di luar yang dijatahkan.
Fenomena ini perlu dilihat lebih dalam, bukan sekadar soal “siapa yang pegang uang”, melainkan tentang keadilan, keterbukaan, dan kemitraan yang sehat dalam rumah tangga.
Ketika Suami Hanya Dijatah Harian: Apa Kata Islam?
Islam mengatur keuangan keluarga dengan prinsip keadilan, tanggung jawab, dan keterbukaan. Dalam QS. An-Nisa ayat 34, Allah SWT berfirman:
"Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka."
Ayat ini menegaskan tanggung jawab suami sebagai penyedia nafkah dan pemimpin dalam rumah tangga. Namun, kepemimpinan ini bukan berarti dominasi atau kontrol sepihak, melainkan amanah yang harus dijalankan dengan adil dan bijaksana.
Islam juga menganjurkan musyawarah dalam urusan rumah tangga. Dalam QS. Ash-Shura ayat 38, Allah SWT berfirman:
"...dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah di antara mereka..."
Ayat ini menekankan pentingnya komunikasi dan pengambilan keputusan bersama dalam keluarga, termasuk dalam hal pengelolaan keuangan.
5 Tips Mengelola Keuangan Rumah Tangga agar Tidak Timbul Ketimpangan
1. Musyawarah Pengelolaan Keuangan
Suami dan istri perlu membuat kesepakatan yang adil mengenai siapa yang mengelola uang, bukan siapa yang menguasai. Istri boleh mengatur, tapi suami tetap punya akses dan hak mengetahui serta menggunakan hartanya secara bijak.
2. Pisahkan Dana Rumah Tangga dan Dana Pribadi
Penghasilan bisa dibagi ke dalam pos-pos: kebutuhan rumah tangga, tabungan, dana darurat, serta dana pribadi masing-masing. Dengan cara ini, suami tidak merasa “dijatah” layaknya anak kecil yang minta uang saku.
3. Buat Anggaran Transparan
Anggaran bukan hanya milik istri, melainkan milik bersama. Buat catatan pengeluaran bulanan yang bisa diakses dan dievaluasi berdua.
4. Libatkan Suami dalam Keputusan Keuangan Besar
Jangan sampai istri memutuskan investasi, membeli aset, atau meminjam uang tanpa diskusi. Peran kepala keluarga tetap melekat pada suami, sesuai dengan prinsip kepemimpinan yang diajarkan Islam.
5. Bangun Rasa Percaya Dua Arah
Jika suami mempercayakan penghasilannya pada istri, maka istri pun perlu membangun kepercayaan dengan tidak memperlakukannya seperti pihak yang “tak boleh tahu-menahu”. Bila perlu, buat rekening bersama yang dapat diakses keduanya.
Jatah Harian Bukan Solusi, Tapi Potensi Masalah
Memberi jatah harian kepada suami tanpa fleksibilitas bisa merusak harmoni. Suami akan merasa dikerdilkan. Padahal, uang adalah simbol kerja kerasnya, bukan hanya alat tukar.
Jika rumah tangga dipenuhi rasa saling curiga, dan keuangan dikelola seperti sistem komando satu arah, maka bukan tidak mungkin rasa sayang akan terkikis oleh rasa dikendalikan. Dari sinilah lahir diam-diam rasa frustasi, kebohongan kecil, bahkan perselingkuhan finansial (financial infidelity).
Keadilan Lebih Penting dari Siapa yang Mengelola
Istri boleh jadi menteri keuangan, tapi bukan gubernur bank sentral yang tak bisa digugat. Suami boleh menyerahkan seluruh penghasilannya, tapi bukan berarti kehilangan hak untuk tahu, bertanya, dan menggunakan sebagian hasil jerih payahnya. Islam mengajarkan keseimbangan, bukan dominasi satu pihak.
Jika Anda suami yang hanya mendapat "jatah", sudah waktunya bicara dari hati ke hati. Jika Anda istri yang mengatur semuanya sendiri, pertimbangkan untuk mengelola bersama. Karena rumah tangga adalah kerja tim, bukan sistem kontrol.
No comments