Tedi Yusnanda N: Tahan Siltap Kepala Desa Adalah Pelanggaran Hukum Berat
Penyaluran Penghasilan Tetap (Siltap) bagi kepala desa dan perangkatnya kembali menjadi sorotan tajam. Tedi Yusnanda N, Direktur Eksekutif Sarasa Institute, saat dihubungi melalui telepon selulernya, Sabtu (26/5), menegaskan bahwa keterlambatan pencairan Siltap tanpa alasan sah adalah bentuk pelanggaran serius terhadap hukum keuangan negara.
"Penghasilan tetap kepala desa itu bukan hadiah, melainkan hak konstitusional yang dijamin oleh undang-undang. Kalau pemerintah kabupaten menahan tanpa dasar hukum yang jelas, itu bisa dikategorikan sebagai maladministrasi bahkan masuk dalam ranah tindak pidana korupsi," kata Tedi.
Menurutnya, dasar hukum yang mengatur hak tersebut sudah sangat tegas, yakni dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2019, serta Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa. Semua regulasi itu mewajibkan pemerintah daerah untuk menyalurkan Alokasi Dana Desa (ADD) guna membiayai penghasilan tetap kepala desa dan perangkatnya secara rutin setiap bulan.
"Belanja untuk Siltap itu sifatnya belanja wajib. Bahkan dalam Permendagri 20/2018 jelas dinyatakan tidak boleh dialihkan untuk pos lain sebelum penghasilan tetap dibayarkan. Jadi kalau dialihkan atau dipakai dulu untuk keperluan lain, itu jelas pelanggaran hukum," tegasnya.
Tedi juga mengingatkan bahwa penggunaan dana ADD tidak sesuai peruntukan, apalagi memotong atau menahan hak desa, berpotensi menjerat pelakunya ke dalam tindak pidana penyalahgunaan wewenang sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
"Kalau kepala desa dan perangkatnya haknya dilanggar, mereka sebaiknya tidak tinggal diam. Ada mekanisme hukum yang bisa ditempuh. Mereka bisa mengajukan surat resmi ke bupati, mengadukan ke Inspektorat Daerah, bahkan melapor ke Ombudsman atau penegak hukum," sarannya.
Lebih lanjut, Tedi menilai keterlambatan pembayaran Siltap ini bukan hanya soal administratif, tapi soal prinsip keadilan.
"Ini soal martabat desa. Ketika hak-hak dasar pelayan masyarakat desa dipermainkan, artinya negara sedang mengabaikan salah satu fondasinya sendiri," tutup Tedi Yusnanda.
Sampai berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari pihak pemerintah kabupaten terkait alasan keterlambatan penyaluran Siltap tersebut.
( - AS - )
No comments